Cari Blog Ini

Selasa, 13 Juli 2010

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seorang calon pendidik hanya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik jika memperoleh jawaban yang jelas dan benar tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendidikan. Jawaban yang benar tentang pendidikan, diperoleh melalaui pemahaman terhadap unsur-unsurnya. Konsep dasar yang melandasinya, dan wujud pendidikan sebagai sistem.
Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Konsep dasar kemandirian membawa implikasi kepada konsep pembelajaran serta peranan pendidik.
Sebagaimana yang kita ketahui sekarang faktor yang sangat erat mendukung proses pendidikan adalah unsur dan sebagai komponen yang terorganisasi sesuai dengan sistem pembelajaran dan kegiatan belajar.
Tugas pengawas satuan pendidikan tidak hanya melakukan supervisi managerial kepala sekolah, namun juga membina guru melalui supervisi akademik. Dalam pembinaan guru tentu harus mengacu pada kompetensi guru, terutama kompetensi profesional berkaitan dengan proses pembelajaran.
Menghadapi tugas tersebut pengawas tentu harus menguasai strategi atau metode atau teknik pembelajaran yang up to date. Bila pengetahuan pengawas sudah ketinggalan, apalagi hanya mengandalkan pengalaman tanpa didukung teori-teori, maka pengawas tidak akan mendapatkan respon dari para guru yang dibinanya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian Strategi Balajar Mangajar?
2. Apa saja komponen-komponen dalam sistem Balajar Mangajar?
3. Bagaimana pola – pola belajar siswa?
4. Bagaimana Jenis – jenis strategi belajar mengajar?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Strategi Balajar Mangajar
Yang dimaksud dengan strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Jadi strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Newman dan Logan, dalam bukunya yang berjudul Strategy Policy and Central Management(1971 : 8), strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup keempat hal sbb :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil seperti apa yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha itu yang sesuai dengan aspirasi dan selera masyarakat.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama manakah yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan ukuran yang harus dipergunakan untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha tersebut .
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
B. Balajar Mangajar sebagai suatu sistem
Balajar Mangajar selaku instruksional mengacu pada pengertian sebagai perangkat komponen yang saling beragantung satu sama lain untuk mrencapai tujuan . Pemaparan tentang komponen pembelajaran itu adalah
1. Tujuan
tujuan pembelajaran merupakan suatu diskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan yang akan dicapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil pembelajaran. Dari tujuan ini akan diketahui kemampuan apa yang akan dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, tujuan pembelajaran dalam komponen pembelajaran masih bersifat umum, maka dalam mencapainya harus dijabarkan lagi supaya mlebih khusus. Tujuan pembelajaran meliputi aspek kognitif, efektif dan psikomatrik, dalam merumuskan tujuan harus sesuai aturan.
2. Guru
guru merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran yang ikut andil dalam pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam pembangunan. Maka dari itu tugas guru tidaklah mudah, Tugas guru sangat kompleks dan rumit, serta dituntut menjadi tenaga yang profesional, dalam hal ini guru tidak hanya sebagai ”pengajar” tetapi juga dituntut sebagai ”pendidik” dan ”pembimbing” maka dari itu untuk menjadi guru dituntut suatu persyaratan yang khusus, mempunyai kompetensi sebagai guru dan dituntut menjadi guru yang baik.
3. Siswa
siswa merupakan komponen yang integral dalam pembelajaran, maka dari itu siswa merupakan sukbyek dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran harus ditujukan pada siswa. Dalam pembelajaran guru harus tahu karakteristik siswa dan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Pengetahuan awal siswa dapat dijadikan batasan prasarat untuk mengetahui pelajaran berikutnya.
4. Materi pelajaran
bahan pelajaran merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran, karena merupakan bagian yang menentukan keberhasilan belajar-mengajar yang berkaitan dengan tujuan serta yang menentukan kegiatan belajar-mengajar. dalam menentukan materi pelajaran perlu memperhatikan :
a. Materi pelajaran hendaknya menunjang tercapainya TPK.
b. Materi pelajaran sesuai dengan tingkat pendidikan.
c. Materi hendaknya berkesinambungan dan terorganisir.
d. selain itu dalam menentukan materi pelajaran hendaknya mengacu pada GBPP, hendaknya diorganisir agar dapat efektif dan efisien dalam menyajikanya
5. Metode pembelajaran
metode pembelajaran diartikan sebagai cara yang telah direncanakan dan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan metode ini maka timbul interaksi, dalam memilih metode hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan, selain itu harus mengingat kriteria pemilihan metode serta karakteristik masing-masing metode.
6. Pendekatan/teknik
Berbeda dengan metode, pendekatan ini dimaksudkan merupakan suatu teknik yang dilakukan guna memudahkan penggunaan metode yang digunakan agar proses pembelajaran bisa lebih efektif dan efisien. Contoh: metode ceramah : dalam berceramah guru menggunakan teknik deduksi
7. Media.
Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atauisi pelajaran. Media dapat juga disebut sebagai sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda atau peristiwa yang memungkinkan siswa mendapat pengetahuan dan keterampilan. Agar media dapat digunakan secara efektif dan efisien makadalam penggunaannya harus memperhatikan kriteria pemilihan media.
8. Evaluasi.
Merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian salah satunya adalah tes. Tes bisa ditinjau dari: tujuanya, bentuksoal, cara pelaksanaanya, pembuatanya dan jenis tes yang baik harus memenuhi sarat: reliabel dan valid serta objektif.
C. Entering Behavior Siswa
Meskipun terdapat keragaman dari berbagai paham dan teori tentang makna perbuatan belajar, namun teori manapun pada akhirnya cenderung untuk sampai pada konsensus bahwa hasil perbuatan belajar itu dimanifestasikan dalam perubahan perilaku dan pribadi baik secara behavioral. Tingkat dan jenis karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya pada saat akan memasuki kegiatan belajar mengajar inilah yang dimaksudkan dengan Entering Behavior . Menurut Abin Syamsuddin Entering Behavior ini akan dapat kita identifikasikan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Secara tradisional, lazimnya para guru memulai dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai bahan-bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru.
2. secara inovatif, guru-guru sudah mulai mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan cara melakukan pre-test sebelum memulai kegiatan belajar mengajar.
Dengan mengetahui gambaran tentang entering behavior, siswa akan memberikan banyak sekali bantuan kepada guru, antara lain :
1) Untuk mengetahui seberapa jauh kesamaan individual antarsiswa dalam taraf kesiapannya, kematangannya, serta tingkat penguasaan dari pengetahuan dan keterampilan dasar sebagai landasan bahan baru.
2) Dengan mengetahui disposisi perilaku siswa tersebut, guru akan dapat mempertimbangkan dan memilih bahan, metode, teknik, dan alat bantu belajar mengajar yang sesuai.
3) Dengan membandingkan nilai hasil pre-test dengan nilai hasil akhir, guru akan memperoleh indikator yang menunjukkan seberapa banyak perubahan perilaku yang terjadi pada siswa.
Mengingat hakikat perubahan perilaku itu dapat berupa penambahan, peningkatan hal-hal baru terhadap hal lama yang telah dikuasai, atau bahkan berupa pengurangan terhadap perilaku lama yang tidak diinginkan (merokok, mencontek, dsb) , maka sekurang-kurangnya ada tiga dimensi dari entering behavior itu yang perlu diketahui guru adalah :
a) Batas-batas cangkupan ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki dan dikuasai siswa.
b) Tingkatan dan urutan tahapan materi pengetahuan, terutama kawasan pola-pola sambutan atau kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang telah dicapai dan dikuasai siswa.
c) Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikomorik, proses-proses kognitif, pengalaman, mengingat, berpikir, afektif, emosional, motivasi, dan kebiasaan.
Sebelum merencanakan dan melaksanakan kegiatan mengajar, guru harus dapat menjawab pertanyaan :
a. Sejauh mana batas-batas materi pengetahuan yang telah dikuasai dan diketahui oleh siswa yang akan diajar.
b. Tingkat dan tahap serta jenis kemamupuan manakah yang telah dicapai dan dikuasai siswa yang bersangkutan.
c. Apakah siswa sudah cukup siap dan matang untuk menerima bahan dan pola-pola perilaku yang akan diajarkan.
d. Seberapa jauh motivasi dan minat belajar yang dimiliki oleh siswa sebelum belajar dimulai.
D. Pola-pola Belajar Siswa
1. Mengidentifikasi pola-pola belajar siswa
Gagne mengkategorikan pola-pola belajar siswa ke dalam 8 tipe dimana yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya/yang lebih tinggi hierarkinya. Kedelapan tipe belajar itu ialah :
Tipe I:Signal Learning (belajar signal atau tanda, isyarat)
Tipe belajar ini menduduki tahapan hierarki (yang paling dasar). Signal learning dapat didefinisikan sebagai proses penguasaan pola dasar perilaku yang bersifat involunter (tidak disengaja dan didasari tujuannya). Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini ialah diberikan stimulus secara serempak perangsang-perangsang tertentu dengan berulang-ulang.
Tipe II:Stimulus-Respons Learning (belajar stimulus-respons, sambut rangsang)
Tipe belajar II ini termasuk ke dalam operant or instrumental condition (Kible,1961) atau belajar dengan trial and error (Thorndike). Kondisi yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor reinforcement.
Tipe III:Chaining (mempertautkan) dan tipe IV:Verbal Association (asosiasi verbal)
Kedua tipe belajar ini setaraf, ialah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan yang lainnya. Tipe III berkenaan dengan aspek-aspek perilau psikomotorik dan tipe IV berkenaan dengan aspek-aspek belajar verbal. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya proses belajar ini antara lain secara internal terdapat pada diri siswa harus sudah terkuasai sejumlah satuan-satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Di samping itu, prinsip contiguity, repetition, dan reinforcement masih tetap memegang peranan penting bagi berlangsungnya proses chaining dan association tersebut.
Tipe V:Discrimination Learning (belajar mengadakan perbedaan)
Dalam tahap belajar ini, siswa mengadakan diskriminasi (seleksi dan pengujian) di antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya kemudian memilih pola-pola sambutan yang dipandangnya paling sesuai. Kondisi yang utama untuk dapat berlangsungnya proses belajar ini ialah siswa telah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta memiliki kekayaan pengalaman (pola-pola satuan S-R)
Tipe VI:Concept Learning (belajar konsep, pengertian)
Berdasarkan pesamaan cirri-ciri adari sekumpulan stimulus dan juga objek-objeknya ia membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Kondisi utama yang diperlukan bagi proses berlangsungnya belajar tipe ini ialah terkuasainya kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
Tipe VII:Rule Learning (belajar membuat generalisasi, hukum-hukum)
Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep (pengertian) dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal sehingga siswa dapat membuat konklusi tertentu.
Tipe VIII:Problem Solving (belajar memecahkan masalah)
Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah (memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik) dengan menggunakan berbagai rule yang telah dikuasainya.
2. Memilih system belajar mengajar (pengajaran)
Dewasa ini, para ahli teori belajar telah mencoba mengambarkan cara pendekatan atau system pengajaran atau proses belajar-mengajar. Diantara berbagai system pengajaran yang banyak menarik perhatian orang akhir-akhir ini ialah:
a • Enquiry-Discovery Learning (belajar mencari dan menemukan sendiri)
Dalam system belajar-mengajar ini, guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak dalam bentuknya yang final. Siswalah yang diberikan kesempatan untuk mencari dan menemukannnya sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar prosedurnya yaitu stimulasi-perumusan masalah-pengumpulan data-analisis data-verifikasi-generalisasi.
System belajar-mengajar ini dikembangkan oleh Bruner (Lefrancois,1975:121-126). Pendekatan belajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif. Kelemahannya, antara lain memakan waktu yang banyak dan kalau kurang terpimpin dan terarah, dapat menjurus kepada kekaburan atau materi yang dipelajarinya.
b• Expository Learning
Dalam sistem ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap. sehingg asiswa tingal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib . Secara garis besar prosedurnya ialah periapan-petautan-penyajian-evaluasi. Ausubel berpendapat bahwa pada tingkat-tingkat belajar yang lebih tinggi, siswa tidak selau harus mengalami sendiri. Siswa akan mampu dan lebih efisien memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Yang penting siswa dikembangkan penguasaannya atas kerangka konsep-konsep dasar atau pla-pola pengertian dasar tentang sesuatu hal sehingga dapat mengorganisasikan data, informasi, dan pengalaman yang bertalian dengan hal tersebut.
c.• Mastery learning (belajar tuntas)
Proses belajar yang berorientasi pada prinsip mastery learning ini harus dimulai dengan penguasaan bagian terkecil untuk kemudian baru dapat melanjutkan ke dalam satuan (modul) atau unit berikutnya. Atas dasar itu maka dewasa ini telah dikembangkan system pengajaran berprogram dan juga system pengajaran modul, bahkan Computer Assisted Instruction (CAI). Dengan tercapainya tingkat penguasaan hasil pelajaran yang tinggi, maka akan menunjukkan sikap mental yang sehat pada siswa yang bersangkutan.
d• Humanistic Education
Teori belajar ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa agar ia sanggup mencapai perwujudan diri (self realization) sesuai dengan kemampuan dasar dan keunikan yang dimilikinya. Karakteristik utama metode ini, antara lain bahwa guru hendaknya tidak membuat jarak yang tidak terlalu tajam dengan siswa. Sasaran akhir dari proses belajar mengajar menurut paham ini ialah self actualization yang seoptimal mungkin dari setiap siswa.

E. Jenis Strategi Belajar Mengajar
Berbagai jenis strategi Belajar Mengajar dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai pertimbangan .
1. Atas dasar pertimbangan proses pengolahan pesan.
a) Strategi Deduktif. Dengan Strategi Deduktif materi atau bahan pelajaran diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
b) Strategi Induktif. Dengan Strategi Induktif materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum, generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
2. Atas dasar pertimbangan pihak pengolah pesan.
a) Strategi Ekspositorik. Dengan Strategi Ekspositorik bahan atau materi pelajaran diolah oleh guru. Siswa tinggal “terima jadi” dari guru. Dengan Strategi Ekspositorik guru yang mencari dan mengolah bahan pelajaran, yang kemudian menyampaikannya kepada siswa. Strategi Ekspositorik dapat digunakan di dalam mengajarkan berbagai materi pelajaran, kecuali yang sifatnya pemecahan masalah.
b) Strategi Heuristik. Dengan Strategi Heuristik bahan atau materi pelajaran diolah oleh siswa. Siswa yang aktif mencari dan mengolah bahan pelajaran. Guru sebagai fasilitator memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan.
Strategi Heuristik dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai materi pelajaran termasuk pemecahan masalah. Dengan Strategi Heuristik diharapkan siswa bukan hanya paham dan mampu melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, akan tetapi juga akan terbentuk sikap-sikap positif, seperti: kritis, kreatif, inovatif, mandiri, terbuka. Strategi Heuristik terbagai atas Diskoperi dan Inkuiri.
3. Atas Dasar Pertimbangan Pengaturan Guru
a) Strategi Seorang Guru. Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.
b) Strategi Pengajaran Beregu (Team Teaching). Dengan Pengajaran Beregu, dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa.
Pengajaran Beregu dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu mata pelajaran atau sejumlah mata pelajaran yang terpusat kepada suatu topik tertentu.
4. Atas Dasar Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa.
a. Strategi Tatap Muka. Akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga.
b. Strategi Pengajaran Melalui Media. Guru tidak langsung kontak dengan siswa, akan tetapi guru “mewakilkan” kepada media. Siswa berinteraksi dengan media.








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Yang dimaksud dengan strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Jadi strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
. Balajar Mangajar selaku instruksional mengacu pada pengertian sebagai perangkat komponen yang saling beragantung satu sama lain untuk mrencapai tujuan Pemaparan tentang komponen pembelajaran itu adalah: Tujuan, guru, siswa, materi, metode, teknik, evaluasi, media
Tingkat dan jenis karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya pada saat akan memasuki kegiatan belajar mengajar inilah yang dimaksudkan dengan Entering Behavior. Entering Behavior ini akan dapat kita identifikasikan dengan berbagai cara, antara lain: Secara tradisional, dan secara inovatif, guru-guru sudah mulai mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan cara melakukan pre-test sebelum memulai kegiatan belajar mengajar

















DAFTAR PUSTAKA

Anisatul mufarokah. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta. Teras. 2009
Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/ Akses tanggal 22 mei 2010
http://massofa.wordpress.com/2008/01/13/hakikat-strategi-belajar-mengajar/ akses 22 Mei 2010
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/dasar-dasar-strategi-belajar-mengajar.html

MAKALAH STES KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
stress kerja ini kerap menjangkiti banyak pihak di tempat kerja, Orang yang terkena stress kerja (dengan catatan, tidak bisa menanggulanginya) cenderung jadi tidak produktif, tidak tertantang untuk menunjukkan kehebatannya, secara tidak sadar malah menunjukkan kebodohannya, malas-malasan, tidak efektif dan tidak efisien, ingin pindah tetapi tidak pindah-pindah, dan seterusnya. Secara kalkulasi manajemen, tentu saja ini merugikan organisasi.
Selain terkait dengan menurunnya produktivitas, stress kerja konon juga bisa mengurangi kekebalan tubuh. Karena itu, ada kemungkinan bahwa si penderita ini gampang terkena sakit, dari mulai yang berstadium rendah sampai ke yang berstadium tinggi. Sedikit-sedikit minta izin atau sering tidak masuk kantor. Ini jelas merugikan yang bersangkutan dan juga perusahaan. Stress kerja juga bisa mengganggu komunikasi atau hubungan, baik itu interpersonal dan intrapersonal.
Paradok yang kerap dialami para penderita stress, adalah saat memerlukan bantuan orang lain, akan tetapi dia tidak mampu mengekspresikannya atau melakukannya dengan baik. Akibatnya mudah marah, mudah tersinggung, mudah mengacaukan suasana keakraban, komunikasi yang agresif atau submisif, apatis, dan lain-lain. Karena itu, hubungannya gampang berantakan di tengah jalan, gampang putus, atau gampang ngambek, bisa jadi akan mebuat keselamatan kerjanya terabaikan

B. Rumusan Masalah
1. bagaimana pengertian stress kerja?
2. bagaimana dampak yang ditimbulkan dari stress kerja?
3. Apa saja yang mengakibatkan stress dalam pekerjaan?
4. bahgaiman cara memanaajemeni stress?






BAB II
PEMBAHASAN

A. pengertian stres dan stres kerja
stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek
Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya.
Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu mengalami stress kerja. Namun apakah sebenarnya yang dikategorikan sebagai stress kerja
Menurut Phillip L. Rice, Penulis buku Stress and Health, seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja jika, Urusan stress yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu

B. Dampak Stres Kerja
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).
Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu :
1. Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :
a) Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
b) Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
c) Sensitif dan hyperreactivity
d) Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
e) Perasaan terkucil dan terasing
f) Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
g) Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
h) Kehilangan spontanitas dan kreativitas
2. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
a. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
b. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
c. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
d. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
e. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
f. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
g. Gangguan tidur
3. Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
a) Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
b) Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
c) Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
d) Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
e) Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
f) Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
g) Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

C. Pembangkit stres di pekerjaan
merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan yang bcrdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategon besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta stniktur dan iklim organisas

C.1 Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.
a. Tuntutan fisik
kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stres (stressor). Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber
stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita. Kondisi demikian memudahkan timbulnya kecelakaan. Misalnya tidak mendengar suara-suara peringatan sehingga timbul kecelakaan. Ivancevich & Matteson bependapat bahwa bising yang berlebih (sekitar 80 desibel) yang berulangkali didengar, untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan stres. Dampak psikologis dari bising yang berlebih ialah mengurangi toleransi dari tenaga kerja lerhadap pembangkit stres yang lain, dan menurunkan motivasi kerja. Bising oleh para pekerja pabrik dinilai sebagai pembangkit stres yang membahayakan.
b. Tuntutan tugas
penelitian menunjukkan bahwa shift/kerja malam merupakan sumber utama dan stres bagi para pekerja pabrik (Monk & Tepas dalam Munandar, 2001:383-389). Para pekerja shift malam lebih sering mengeluh tentangkelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja pagi/siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguangangguan perut. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres.
Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebih/terlalu sedikit “kuantitatif’, yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/terlalu sedikit “kualitatif, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan ketrampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja.
Disamping itu beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stres. Everly & Girdano
menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kuahtatif. Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat.
Pada saat-saat tertentu, dalam hat tertentu waktu akhir (dead line) justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun, bila desakan waktu menyebabkab limbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.

C.2. Peran Individu dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya
tanpa menimbulkan masaiah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meiiputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity) .
a. Konflik peran
konflik peran timbul jika seorang tenaga kerja mengalami adanya:
1) Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki.
2) Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya.
3) Tuntutan-tunlutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya.
4) Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya.
b. Ketaksamaan peran
jika seorang pekerja tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketaksaman melipuli: Ketidakjelasan dari saran-saran (tujuan-tujuan) kerja:
1. Kesamaman tentang tanggung jawab.
2. Ketidakjelasan tentang prosedur kerja.
3. Kesamaman tentang apa yang diharapkan oleh orang lain.
4. Kurang adanya balikan, atau ketidakpastian tentang produktifitas kerja.
Menurut Kahn, dkk stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiiiki kepercayaan diri, rasa tak berguna, rasa harga diri menurun, depresi, motivasi rendah untuk bekerja, peningkatan tekanan darah dan delak nadi, dan kecenderungan untuk meninggaikan pekerjaan .

C.3 Pengembangan Karir
Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:
1. Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya
2. Peluang mengembangkan kctrampilan yang baru
3. Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir.
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang .
a. Job Insecurity :
perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Reorganisasi dirasakan perlu untuk dapat mcnghadapi perubahan lingkungan dengan lebih baik. Sebagai akibatnya ialah adanya pekerjaan lama yang hilang dan adanya pekerjaan yang baru. Dapat terjadi bahwa pckerjaan yang baru memerlukan ketrampilan yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial.
b. Over dan Under-promotion :
setiap organisasi industri mempunyai proses pertumbuhan masing-masing. Ada yang tumbuhnya cepat dan ada yang lambat, ada pula yang tidak tumbuh atau setelah tumbuh besar mengalami penurunan, organisasi menjadi lebih kecil. Pola pertumbuhan organisasi industri berbeda-beda. Salah satu akibat dari proses pertumbuhan ini ialah tidak adanya kesinambungan dari mobilitas vertical dari para tenaga kerjanya. Peluang dan kecepatan promosi tidak sama setiap saat. Dalam pertumbuhan organisasi yang cepat, banyak kedudukan pimpinan mcmerlukan tenaga, dalam keadaan sebaliknya, organisasi terpaksa harus mcmperkecil diri, tidak ada pcluang untuk mendapatkan promosi, malahan akan timbul kecemasan akan kehilangan pekerjaan .
Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang rnerasa sudah waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan antarpribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan. Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan ketrampilan yang lidak sesuai dengan bakatnya.
C.4 Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Kahn dkk, dalam Munandar, 2001:395).

C.5. Struktur dan iklim Organisasi
Faktor stres yang dikenali dalam kategorf ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negalif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.

D. Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif . Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan.
Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
1. Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2. Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan
penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental .
Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan













BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu mengalami stress kerja. Namun apakah sebenarnya yang dikategorikan sebagai stress kerja
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya
Faktor-faktor di pekerjaan yang bcrdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategon besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta stniktur dan iklim organisasI
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negative. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
















DAFTAR PUSTAKA

Ashar sunyoto Munandar, Psikologi industri dan Organisasi. Universitas Indonesia. Jakarta. 2010
http://agungpia.multiply.com/journal/item/35/Stres%20Kerja%20pengertian%20dan%20pengenalan. Akses 8 mei 2010
http://bk3samarinda.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6&Itemid=1 Akses 8 mei 2010
http://astaqauliyah.com/2006/10/stress-pada-saat-bekerja-kasus/. Akses 10 mei 2010
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres-kerja.htm akses 8 mei 2010