Cari Blog Ini

Kamis, 01 Maret 2012

Pengertian Kompetensi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBM)


   Pengertian Kompetensi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Depdiknas mendefinisikan kompetensi sebagai pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan tersebut secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Majid & Dian Andayani, 2004:52).
Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam konsep kompetensi mengandung beberapa aspek sebagai berikut:[1]
1. Pengetahuan (knowledge): yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.
2. Pemahaman (understanding): yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu.
3. Kemampuan (skill): yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
4. Nilai (value): adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.
5. Sikap (attitude): yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.
6. Minat (interest): adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.
Berdasarkan pengertian kompetensi di atas pengertian KBK yaitu sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.[2]
Sedangkan menurut Nurhadi (2004:16) KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Dari pengertian tersebut nampak bahwa KBK merupakan pendekatan dalam pengembangan kurikulum yang berfokus pada kompetensi, berorientasi pada dampak yang diharapkan terjadi pada siswa yang dicapainya melalui pengalaman belajarnya. Kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi atau dilakukan siswa dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi
KBK merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen, yaitu:
1. Kurikulum dan Hasil Belajar
Memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun.
2. Penilaian Berbasis Kelas
Memuat prinsip, sasaran, dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, dan memuat pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
3. Kegiatan Belajar Mengajar
Memuat gagasan kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis agar pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai tidak mekanistik.
4. Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah
Memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum, pengembangan perangkat kurikulum (a.l silabus), pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum
Karakteristik dan Asumsi Kurikulum Berbasis Kompetensi
Karakteristik KBK antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi; dan pengembangan sistem pembelajaran[3].
Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa KBK memiliki ciri-ciri sebagai beriku[4]t:
1.      Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal
2.      Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman.
3.      Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4.      Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5.      Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi (Mulyasa, 2003:42).
Lebih lanjut dari berbagai sumber sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristik KBK[5]:
1. Sistem belajar dengan modul
Modul merupakan paket belajar mendiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu peserta didik mencapai tujuan belajar.
2. Penggunaan keseluruhan sumber belajar
      Sumber belajar dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dalam proses belajar mengajar. Sumber belajar dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Manusia, yaitu orang yang menyampaikan pesan secara langsung yang diniati secara khusus dan disengaja untuk kepentingan belajar.
b. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran yang biasanya disebut segai media pengajaran.
c. Lingkungan, yaitu ruang dan tempat dimana sumber-sumber dapat berinteraksi dengan peserta didik.
d. Alat dan peralatan, yaitu sumber belajar untuk produksi dan/atau memainkan sumber-sumber lain.
e. Aktivitas, yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan kombinasi antara suatu teknik dengan sumber lain untuk memudahkan belajar.
3. Pengalaman lapangan
Melalui pengalaman lapangan, guru dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dalam ruang lingkup yang lebih luas untuk menunjang profesinya dan untuk mengikuti perkembangan yang terjadi selama peserta didik mengikuti pembelajaran.
4. Strategi individual personal
Belajar individual adalah belajar berdasarkan tempo belajar peserta didik, sedangkan belajar personal adalah interaksi edukatif berdasarkan keunikan peserta didik: bakat, minat, dan kemampuan (personalisasi).
5. Kemudahan belajar
Diberikan melalui kombinasi antara pembelajaran individual personal dan pengalaman lapangan, dan pembelajaran secara tim.
6. Belajar tuntas
Dalam kondisi yang tepat semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara maksimal.

Inovasi Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
            Kurikulum Berbasis Kompetensi disebut juga kurikulum 2004. dalam pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetens, dai harapkan mampu mencetak anak didik yang memiliki berbagai kompetensi yang mampu menjawab kesenjangan atara produk dengan realitas kehidupan dan dunia kerja.[6]
            Salah satu  inivasi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah menyusun silabus, yang diserahkan pada sekolah atau daerah sesuai dengan  kebutuhan, kemampuan dan kondisi masing-masing. Adapu langkah pengembangan  silabus adalah penilisan identitas mata pelajaran, penentuan standar kompetensi, penentuan kompetensi dasar, menentukan materi pokok, penentuan pengalaman belajar siswa, penentuan alokasi waktu, serat penentuan sumber bahan  dan media pembelajaran[7].

MAKALAH AKHLAQ TASAWWUF ' IKHLAS DAN APLIKASINYA'


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sufisme atau tasawuf mengandungi nilai-nilai spiritual yang tinggi. Ia berusaha membina dan membangun psikologi dan peribadi Islam melalui takhalliyyah al-nafs, tahalliyyah al-nafs dan tajalliyyah al-nafs. Tasawuf merupakan maqam dalam mencapai kejernihan, kebersihan dan kesucian hati (tazkiyah al-nafs). Apabila tasawuf dilaksanakan dengan sempurna maka ia boleh menghasilkan keperibadian Islam dan kesihatan mental. Maqam dan peringkat-peringkat perjalanan dalam tasawuf adalah seperti tawbah, zuhd, sabr, tawakkal, rida, mahabbah, khawf, tawaddu`, taqwa, ikhlas, shukr dan ma`rifah.
            Ikhlas merupakan hakikat dari agama dan kunci dakwah para rasul Shallallaahu 'alaihi wa Salam. suatu ketaatan apapun bentuknya jika dilakukan dengan tidak ikhlas dan jujur terhadap Allah, maka amalan itu tidak ada nilainya dan tidak berpahala, bahkan pelakuknya akan menghadapi ancaman Allah yang sangat besar.
Sebagaimana dalam hadits, bahwa manusia pertama yang akan diadili pada hari kiamat nanti adalah orang yang mati syahid, namun niatnya dalam berperang adalah agar disebut pemberani. Orang kedua yang diadili adalah orang yang belajar dan mengajarkan ilmu serta mempelajari Al Qur'an, namun niatnya supaya disebut sebagai qori' atau alim. Dan orang ketiga adalah orang yang diberi keluasan rizki dan harta lalu ia berinfak dengan harta tersebut akan tetapi tujuannya agar disebut sebagai orang yang dermawan. Maka ketiga orang ini bernasib sama, yakni dimasukkan kedalam Neraka

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Ikhlas?
2. Bagaimana bentuk keihlasan dalam perbuatan?
3. Bagimana cirri-ciri dari orang yang Ikhlas dalam perbuatanya?
4. Apa saja hal-hal yang merusak sifat Ikhlas?





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ikhlas (Ketulusan)
Ikhlas artinya membersihkan maksud dan motivasi bertaqarrub kepada Allah dari berbagai maksud dan niat lain. Atau mengesakan hanya Allah-lah sebagai tujuan dalam berbuat kebajikan, yaitu dengan menjauhi dan mengabaikan pandangan mahluk serta tujuan keduniaan dan senantiasa berkonsentrasi kepada Allah semata
Ikhlas merupakan hal yang sangat prinsip dalam ibadat. Ikhlas adalah tindakan dan perbuatan murni yang tidak dicampuri oleh perkara-perkara lain. Secara etimologi, ikhlas sering diertikan dengan kemurnian yang tidak dicampuri hal yang menjadi tujuan. Dalam ajaran sufi keikhlasan adalah suatu yang diperlukan untuk mendekatkan diri kepada Allah sama ada dari sudut niat maupun tindakan.
Sayid Muhammad Ibnu Alwy Ibnu Abbas Al-Maliki Al-Makky Al-Hasani dalam kitabnya “Qul Hadzihi Sabili,” memasukkan ikhlas sebagai Al-Manjiyyat yaitu sesuatu yang dapat memberi keselamatan kepada siapa saja yang mengamalkannya. Ikhlas menurutnya identik dengan Iman, sambil mengutip QS. 17: 19 yang artinya, “Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.” Ayat ini juga memberikan pemahaman bahwa motivasi orang yang beriman (baca: ikhlas) adalah kehidupan Akhirat serta bersungguh-sungguh untuk meraihnya
Dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW bersabda; “Ikhlaslah dalam menjalankan agamamu, pasti kamu mendapatkan balasan walau amal sekecil apapun.” Ketika beliau ditanya “Apa yang dimaksud iman ?”, Nabi menjawab: ”Ialah ikhlas karena Allah,.” lalu sabdanya: ”Allah tidak akan menerima semua amal kecuali disertai keikhlasan kepada-Nya serta mengharap keridlaan-Nya semata.” HR. An-Nasai
Seorang sufi membersihkan amal perbuatannya daripada ‘ujub, riya’, hubb al-dunya, hasad, takabbur dan sebagainya dengan mengerjakan amal soleh semata-mata kerana Allah maka dia disebut sebagai seorang mukhlis (beramal dengan penuh keikhlasan) dan perbuatannya itu adalah ikhlas[1].
 Jadi ikhlas merupakan sesuatu hal yang bersifat batiniyah dan teruji kemurniannya dengan amalan soleh. Ia merupakan perasaan halus yang tidak dapat diketahui oleh siapapun. Amal perbuatan adalah bentuk-bentuk lahiriyah yang boleh dilihat sedangkan roh amal perbuatan itu adalah rahsia yaitu keikhlasan. Allah berfirman yang bermaksud: “Kepada Engkau saja, kami menyembah dan kepada Engkau saja kami memohon pertolongan.”
B.Bentuk keikhlasan dalam Perbuatan/Amalan
 Keikhlasan, apabila ditinjau dalam bentuk realiti amalan, maka ia dapat dibahagi kepada tiga peringkat, yaitu:
1)      tidak melihat amalan sebagai amalan semata-mata yaitu tidak mencari balasan daripada amalan dan tidak puas terhadap amalan; malu terhadap amalan di samping sentiasa berusaha sekuat tenaga
2)      menjaga amalan dengan sentiasa dan tetap menjaga kesaksian serta memelihara cahaya taufiq yang dipancarkan oleh Allah SWT;
3)      memurnikan amalan dengan melakukan amalan berasaskan ilmu serta tunduk kepada kehendak Allah
Keikhlasan bukanlah hal yang statik yang sekali wujud akan sentiasa bertahan selamanya di dalam diri manusia. Ia adalah suatu yang dinamis yang sentiasa menuntut kesungguhan pemeliharaan dan peningkatan.[2] Keikhlasan menjadi langkah bagi manusia untuk menumbuh kembangkan potensi sedia ada yang akan memberi kesan kepada amalan dan teruji dalam kualiti maupun kuantiti.

C. Ciri-Ciri orang yang Ikhlas ( Mukhlisin)
Suatu hari Mu’adz Bin Jabal RA meminta nasehat kepada Rasulullah SAW sewaktu dia akan diutus ke Yaman. Katanya; “Wahai Rasulullah SAW, berilah aku nasehat,” Rasul bersabda; “Ikhlaslah dalam agamamu, meskipun kerjamu sedikit.” HR. Al-Hakim
Nasehat Rasulullah SAW kepada Mu’adz ini mengandung pelajaran yang berharga , antara lain mengungkap tiga sifat dan sikap para Mukhlishin yaitu[3]:
1.       Selalu berbuat baik walaupun manusia membenci kebaikan yang dia perbuat. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya: ”Maka sembahlah Allah dengan seikhlas-ikhlasnya beribadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.” QS. 40: 14
2.       Mendasari setiap amal shalihnya dengan taqwa dan iman kepada Allah SWT.
3.        Sikapnya berbuat baik tidak ingin dilihat atau dipuji manusia, ia bersembunyi di balik amal shalihnya. Ya’kub AS pernah mengatakan: ”Orang yang ikhlas ialah orang yang menyembunyikan kebajikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukan-keburukannya.”
Ibnu Alwy memberi batasan Mukhlis (orang ikhlas) yaitu apabila ia melakukan ataupun meninggalkan sesuatu perbuatan, baik dalam sunyi ataupun banyak orang tetap menyandarkan tujuannya hanya kepada Allah, tanpa mencampuradukkan dengan maksud lain, misalnya karena hawa nafsu atau keduniaan (harta, tahta, wanita). Dan jika dia berniat disamping Allah juga karena manusia, maka dia termasuk Raiy yaitu orang yang berbuat riya dan amalnya tidak akan diterima. Apabila dia beramal karena manusia semata, maka dia telah terjerumus ke dalam kebinasaan dan riyanya telah mencapai tingkat Munafiq, na’udzubillahi min dzalik.
D. Hal-hal yang Merusak Keikhlasan
Ada beberapa hal yang bisa merusak keikhlasan yaitu:
1.      Riya' ialah memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu orang-orangpun memujinya.
2.      Sum'ah, yaitu beramal dengan tujuan untuk didengar oleh orang lain (mencari popularitas).
3.      'Ujub, masih termasuk kategori riya' hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa: "Riya' masuk didalam bab menyekutukan Allah dengaN makhluk, sedang ujub masuk dalam bab menyekutukan Allah dengan diri-sendiri Disamping itu ada bentuk detail dari perbuatan riya' yang sangat tersembunyi, atau di sebut dengan riya' khafiy'[4].
Imam Al-Ghazali juga mengemukakan tentang pertarungan antara ikhlas dan riya ini dan membaginya menjadi tiga jenis dorongan dan akibatnya, yaitu;
  1. Jika pendorong amalnya (ikhlas) sama kuat dengan dorongan nafsunya, maka kedua-duanya harus digugurkan dan jadilah amalnya tidak berpahala dan juga tidak berdosa.
  2. Jika dorongan riya lebih kuat dan menang, jadilah amalannya tidak bermanfaat, malah mengakibatkan adzab baginya. Siksaan dalam kondisi seperti ini lebih ringan dibanding amal yang semata-mata riya.
  3. Jika niat bertaqarrub mendekatkan diri kepada Allah lebih kuat dibanding dengan yang lainnya, maka ia mendapat pahala dari kekuatannya memelihara keikhlasan tadi.

E. Cara Memelihara Keikhlasan
Sebagai upaya membina terwujudnya keikhlasan yang mantap dalam hati setiap mu’min, sudah selayaknya kita memperhatikan beberapa hal yang dapat memelihara ikhlas dari penyakit-penyakit hati yang selalu mengintai kita, di antaranya: [5]
  1. Dengan meyakini bahwa setiap amal yang kita perbuat, baik lahir maupun batin, sekecil apapun, selalu dilihat dan didengar Allah SWT dan kelak Dia memperlihatkan seluruh gerakan dan bisikan hati tanpa ada yang terlewatkan. Kemudian kita menerima balasan atas perbuatan-perbuatan tadi.
Dan yang sering tidak kita sadari adalah penyimpangan niat dari ikhlas lillahi Ta’ala menjadi riya. Dalam hadis Qudsi dikemukakan: ”Kelak pada Hari Kiamat akan didatangkan beberapa buku catatan amal yang telah disegel. Lalu dihadapkan kepada Allah SWT tetapi kemudian Dia berfirman: ”Buanglah semua buku-buku ini !” Malaikatpun berkata: ”Demi kekuasaan-Mu, kami tidak melihat didalamnya selain kebaikannya saja.” Lalu Allah berfirman; “Sesungguhnya amalan yang memenuhinya dilakukan bukan karena Aku, dan Aku tidak menerima kecuali apa yang dilakukan karena mencari keridlaan-Ku.” HQR. Al-Bazzar & at-Tabrani
  1. Memahami makna dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam beribadah hanya kepada Allah dan mencari keridlaan-Nya semata, setelah yakin perbuatan kita sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka ketika niat kita menyimpang dari keikhlasan, kembalikanlah kepada keimanan dan ketaqwaan serta segeralah mensucikan diri dengan bertaubat dan meluruskan kembali niat baik tadi. Firman Allah: “Kecuali orang-orang yang bertaubat dan memperbaiki amal mereka serta berpegang teguh kepada agama Allah dan tulus ikhlas mengerjakan agama mereka karena Allah, maka mereka itu adalah bersama orang yang beriman dan kelak Allah memberikan kepada orang yang beriman pahala yang besar.” QS 4; 146
  2. Berusaha membersihkan hati dari sifat yang mengotorinya seperti riya, sum’ah, nifaq atau bentuk syirik lainnya sekecil apapun. Allah berfirman: ”Barang siapa yang berharap menemui Rabb-nya, hendaklah ia mengerjakan perbuatan baik dan janganlah mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabb-nya dengan sesuatu apapun.“ QS. 18: 110
Kehati-hatian ini sebagai cerminan sikap ikhlas kita, meskipun tidak jarang kita khilaf dan menyimpang dari niat semula. Namun, dengan memahami seluk beluk penyakit hati ini, diharapkan kita dapat mengambil sikap yang benar.
  1. Memohon petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam ikhlas. Karena hanya Dia-lah yang berkuasa menurunkan hidayah dan menyelamatkan kita dari godaan syetan yang selalu menghembuskan kejahatan yang dapat membinasakan manusia. Tidak sedikit manusia yang terjerumus pada riya dan syirik yang tersembunyi, sebagaimana diperingatkan dalam Hadits Nabi SAW, sabdanya: ”Barangsiapa yang shalat dengan riya, sesungguhnya ia telah melakukan syirik, dan barang siapa yang shaum dengan riya, sesungguhnya ia telah melakukan syirik, dan demikian juga, barangsiapa yang bersedekah dengan riya sesungguhnya ia telah melakukan syirik, karena Allah ‘azza wajalla berfirman (dalam Hadits Qudsi):












BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Ikhlas artinya membersihkan maksud dan motivasi bertaqarrub kepada Allah dari berbagai maksud dan niat lain. Atau mengesakan hanya Allah-lah sebagai tujuan dalam berbuat kebajikan, yaitu dengan menjauhi dan mengabaikan pandangan mahluk serta tujuan keduniaan dan senantiasa berkonsentrasi kepada Allah semata
            Jadi ikhlas merupakan sesuatu hal yang bersifat batiniyah dan teruji kemurniannya dengan amalan soleh. Ia merupakan perasaan halus yang tidak dapat diketahui oleh siapapun. Amal perbuatan adalah bentuk-bentuk lahiriyah yang boleh dilihat sedangkan roh amal perbuatan itu adalah rahsia yaitu keikhlasan.
            membersihkan amal perbuatannya daripada ‘ujub, riya’, hubb al-dunya, hasad, takabbur dan sebagainya dengan mengerjakan amal soleh semata-mata kerana Allah maka dia disebut sebagai seorang mukhlis (beramal dengan penuh keikhlasan) dan perbuatannya itu adalah ikhlas

















DAFTAR PUSTAKA

M. Khatib Quzwain, Mengenal Allah: Suatu Pengajian Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh Abdul Samad Al-Palimbani. Jakarta: Pustaka Bulan Bintang, t t
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Pustaka Paramadina, 1992


[1] M. Khatib Quzwain (t.t), Mengenal Allah: Suatu Pengajian Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh Abdul Samad Al-Palimbani. Jakarta: Pustaka Bulan Bintang, h.94-95
[2] Nurcholish Madjid (1992), Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Pustaka Paramadina.hal 50

MAKALAH Pengembangan Kurikulum 'PELAKSANAAN DAN INOVASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN'


BAB I
PENDAHULUAN

A. latar Belakang
Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Kurikulum dibuat secara sentralistik, oleh karena itu setiap satuan pendidikan diharuskan untuk melaksanakan dan mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang disusun oleh pemerintah pusat.
Berdasarkan UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mulai tahun ajaran 2006/2007, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) telah disempurnakan menjadi Kurikulum
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sudah diresmikan pada tanggal 7 Juli 2006. Kurikulum tersebut mengakomodir kepentingan daerah. Guru dan sekolah diberikan otonomi untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi sekolah, permasalahan sekolah dan kebutuhan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menuntut adanya kesanggupan guru untuk membuat kurikulum yang mendasarkan pada kebolehan, kemampuan dan kebutuhan sekolah.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini berarti satuan-satuan pendidikan harus mampu mengembangkan komponen-komponen dalam kurikulum KTSP. Komponen yang dimaksud mencakup visi, misi, dan tujuan tingkat satuan pendidikan; struktur dan muatan; kalender pendidikan; silabus sampai pada rencana pelaksanaan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)?
2. Apa saja landasan dan prinsip dalam pengembangan KTSP?
3. Bagaimana tujuan KTSP?
4. Bagaimanakah pelaksanaan KTSP dalam sekolah?
5. Bagaimana menginovasi Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian kurikulum satuan pendidikan (KTSP)
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah[1]. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat[2]
kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan Komite Sekolah, atau Madrasah dan Komite Madrasah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi kelulusan[3].
KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakaqn keharusan agar sistem pendidikan nasional tersebut selalu relevan dan kompetitive. Hal tersebut juga sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36


B. Landasan dan Prinsip Pengembangan KTSP
KTSP dilandasi oleh UU dan peraturan pemerintah sebagai berikut [4]:
  1. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
  2. Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
  3. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar Isi
  4. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi kelulusan
  5. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah dengan berpedoman pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut[5]
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b.   Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan
pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c.   Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d.    relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan dan memperhatikan pengembangan integritas pribadi, kecerdasan spiritual, keterampilan berpikir (thingking skill), kreatifitas sosial, kemampuan akademik, dan keterampilan vokasional.
e.   Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian kurikulum dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f.   Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g.   Seimbang antar kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global, nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan global, nasional, dan lokal harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan perkembangan era globalisasi dengan tetap berpegang pada motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


C. Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b.Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.[6]
D. Komponen-Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Bahwa komponen-komponen KTSP terdiri dari sebagai berikut : [7]
a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1)      Tujuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2)      Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3)      Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
b. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum[8].
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut :
                        1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
                        2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
                        3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknlogi.
                        4) Kelompok mata pelajaran estetika.
                        5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
                        Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 pasal 7. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum[9].
c. Kalender Pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun ajaran. Kelender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu pada dokumen standar isi dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah[10].

E. Pelaksanaan KTSP
Manajemen pelaksanaan kurikulum di sekolah merupakan bagian dari program peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan pola pengelolaan pelaksanaan kurikulum secara nasional. Manajemen pelaksanaan kurikulum di sekolah mengatur kegiatan operasional dan hubungan kerja personil sekolah dalam upaya melayani siswa mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan.[11]
Kegiatan sekolah tersebut terkait dengan kurikulum yang meliputi perencanaan kegiatan belajar mengajar berdasar kurikulum yang berlaku secara nasional dan lokal, penyampaian kurikulum, proses belajar mengajar, dan evaluasi.
Berdasarkan konsep manajemen tersebut. Menjelaskan bahwa manajemen pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di sekolah meliputi antara lain[12] :
1. Perencanaan
Perencanaan kurikulum secara nasional menjadi tugas Depdiknas dan secara lokal menjadi tugas Dinas Pendidikan Kabupaten. Namun dalam KTSP guru diberi kewenangan penuh untuk menyusun program-program perencanaan. Dalam menyusun perencanaan program-program tersebut harus guru harus mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta panduan penyusunan KTSP yang telah disusun oleh BSNP.
2. Pengorganisasian
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam KTSP dan berbeda berbeda dari kurikulum sebelumnya adalah penerapan pendekatan pembelajaran tuntas dan mengakui perbedaan kecepatan belajar setiap siswa. Implikasinya adalah ada layanan pembelajaran secara klasikal dan individual, seperti pengajaran remedial bagi siswa yang belum kompeten, pengayaan bagi siswa yang kompeten 75-85 %. Namun demikian pengorganisasian kurikulum tingkat satuan pendidkan secara individual tersebut perlu memperhatikan beban mengajar regular dan ketersediaan SDM dan fasilitas.
 3. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM)
Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. pelaksanaan pembelajaraan berbasis KTSP mencakup tiga hal yaitu : pre tes, pembentukan kompetensi, dan post test[13].
4. Penilaian hasil belajar / evaluasi
Evaluasi dibedakan menjadi dua, yaitu evaluasi oleh pihak dalam (guru dan pengelola sekolah) yang selanjutnya disebut evaluasi diri dan evaluasi oleh pihak luar (badan independen atau badan akreditasi sekolah). Sasaran evaluasi secara garis besar mencakup masukan (termasuk program), proses, dan hasil [14] Penilaian hasil belajar dalam KTSP dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, dan penilaian program.
F. Inovasi Dalam KTSP
KTSP yang mulai diberlakukan secara nasional pada tahun 2006 jelas berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Perbedaan yang paling mendasar adalah bahwa KTSP merupakan produk dari penjabaran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang bernafaskan Undang-undang Otonomi Daerah.
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang heterogen, baik dilihat dari aspek geografisnya maupun latar belakang sosial budayanya. Heterogenitas ini membawa dampak bahwa terdapat perbedaan yang cukup bermakna antara daerah dan pusat. Dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah maka setiap daerah mempunyai wewenang untuk mengatur urusan dalam negerinya. Dengan demikian, pada aspek pendidikan terjadi hal yang sama. Jika pada masa berlakunya sentralisasi saja sudah menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna antara pusat dengan daerah, maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan sistem pendidikan yang desentralisas[15]i.
Untuk mengatasi perbedaan tersebut, maka kurikulum dikembangkan dengan mengacu kepada standar nasional, artinya meskipun tiap daerah bahkan tiap sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan kemampuan masing-masing, tetapi tetap harus mengacu pada standar minimal yang sifatnya nasional. Dengan demikian diharapkan bahwa kurikulum yang dikembangkan (KTSP) dapat mengadopsi kebutuhan daerah tetapi tidak melupakan aspek mutu/kualitas pendidikan secara nasional.
               Aspek-aspek inovatif yang terkandung dalam KTSP di antaranya diterapkannya pendidikan kecakapan hidup; dikembangkannya keunggulan lokal sesuai karakteristik, kebutuhan, dan tuntutan setempat; kurikulum berbasis sekolah, dalam pengertian meskipun kerangka dasar dan struktur kurikulum dikembangkan secara sentralistik, tetapi pengembangan perencanaan pembelajaran (silabus & RPP) dan kegiatan belajar mengajar dikembangkan secara desentralistik; dan disertakannya peran serta masyarakat.




BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah
Manajemen pelaksanaan kurikulum di sekolah merupakan bagian dari program peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan pola pengelolaan pelaksanaan kurikulum secara nasional. Manajemen pelaksanaan kurikulum di sekolah mengatur kegiatan operasional dan hubungan kerja personil sekolah dalam upaya melayani siswa mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan
Kegiatan sekolah tersebut terkait dengan kurikulum yang meliputi perencanaan kegiatan belajar mengajar berdasar kurikulum yang berlaku secara nasional dan lokal, penyampaian kurikulum, proses belajar mengajar, dan evaluasi
Aspek-aspek inovatif yang terkandung dalam KTSP di antaranya diterapkannya pendidikan kecakapan hidup; dikembangkannya keunggulan lokal sesuai karakteristik, kebutuhan, dan tuntutan setempat; kurikulum berbasis sekolah, dalam pengertian meskipun kerangka dasar dan struktur kurikulum dikembangkan secara sentralistik













DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Panduan Penyusunan Tingkat Satuan Pendidikan. 2006
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2006
Susilo, Muhammad Joko,. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2007


[1] Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. . 2006. hal 20
[2] Ibid. hal 21
[6] Mulyasa 2006. hal 22
[7] Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Panduan Penyusunan Tingkat Satuanh Pendidikan. 2006
[8] Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).2006
[9] BNSP. 2006
[10] Mulyasa 2006. hal 86
[11] Susilo, Muhammad Joko,. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2007. hal 154
[12] Ibid 155
[13] Mulyasa . 2006. hal 255
[14] Susilo 2007. hal 162