Cari Blog Ini
Selasa, 13 Juli 2010
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang calon pendidik hanya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik jika memperoleh jawaban yang jelas dan benar tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendidikan. Jawaban yang benar tentang pendidikan, diperoleh melalaui pemahaman terhadap unsur-unsurnya. Konsep dasar yang melandasinya, dan wujud pendidikan sebagai sistem.
Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Konsep dasar kemandirian membawa implikasi kepada konsep pembelajaran serta peranan pendidik.
Sebagaimana yang kita ketahui sekarang faktor yang sangat erat mendukung proses pendidikan adalah unsur dan sebagai komponen yang terorganisasi sesuai dengan sistem pembelajaran dan kegiatan belajar.
Tugas pengawas satuan pendidikan tidak hanya melakukan supervisi managerial kepala sekolah, namun juga membina guru melalui supervisi akademik. Dalam pembinaan guru tentu harus mengacu pada kompetensi guru, terutama kompetensi profesional berkaitan dengan proses pembelajaran.
Menghadapi tugas tersebut pengawas tentu harus menguasai strategi atau metode atau teknik pembelajaran yang up to date. Bila pengetahuan pengawas sudah ketinggalan, apalagi hanya mengandalkan pengalaman tanpa didukung teori-teori, maka pengawas tidak akan mendapatkan respon dari para guru yang dibinanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Strategi Balajar Mangajar?
2. Apa saja komponen-komponen dalam sistem Balajar Mangajar?
3. Bagaimana pola – pola belajar siswa?
4. Bagaimana Jenis – jenis strategi belajar mengajar?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Strategi Balajar Mangajar
Yang dimaksud dengan strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Jadi strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Newman dan Logan, dalam bukunya yang berjudul Strategy Policy and Central Management(1971 : 8), strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup keempat hal sbb :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil seperti apa yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha itu yang sesuai dengan aspirasi dan selera masyarakat.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama manakah yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan ukuran yang harus dipergunakan untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha tersebut .
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
B. Balajar Mangajar sebagai suatu sistem
Balajar Mangajar selaku instruksional mengacu pada pengertian sebagai perangkat komponen yang saling beragantung satu sama lain untuk mrencapai tujuan . Pemaparan tentang komponen pembelajaran itu adalah
1. Tujuan
tujuan pembelajaran merupakan suatu diskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan yang akan dicapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil pembelajaran. Dari tujuan ini akan diketahui kemampuan apa yang akan dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, tujuan pembelajaran dalam komponen pembelajaran masih bersifat umum, maka dalam mencapainya harus dijabarkan lagi supaya mlebih khusus. Tujuan pembelajaran meliputi aspek kognitif, efektif dan psikomatrik, dalam merumuskan tujuan harus sesuai aturan.
2. Guru
guru merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran yang ikut andil dalam pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam pembangunan. Maka dari itu tugas guru tidaklah mudah, Tugas guru sangat kompleks dan rumit, serta dituntut menjadi tenaga yang profesional, dalam hal ini guru tidak hanya sebagai ”pengajar” tetapi juga dituntut sebagai ”pendidik” dan ”pembimbing” maka dari itu untuk menjadi guru dituntut suatu persyaratan yang khusus, mempunyai kompetensi sebagai guru dan dituntut menjadi guru yang baik.
3. Siswa
siswa merupakan komponen yang integral dalam pembelajaran, maka dari itu siswa merupakan sukbyek dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran harus ditujukan pada siswa. Dalam pembelajaran guru harus tahu karakteristik siswa dan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Pengetahuan awal siswa dapat dijadikan batasan prasarat untuk mengetahui pelajaran berikutnya.
4. Materi pelajaran
bahan pelajaran merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran, karena merupakan bagian yang menentukan keberhasilan belajar-mengajar yang berkaitan dengan tujuan serta yang menentukan kegiatan belajar-mengajar. dalam menentukan materi pelajaran perlu memperhatikan :
a. Materi pelajaran hendaknya menunjang tercapainya TPK.
b. Materi pelajaran sesuai dengan tingkat pendidikan.
c. Materi hendaknya berkesinambungan dan terorganisir.
d. selain itu dalam menentukan materi pelajaran hendaknya mengacu pada GBPP, hendaknya diorganisir agar dapat efektif dan efisien dalam menyajikanya
5. Metode pembelajaran
metode pembelajaran diartikan sebagai cara yang telah direncanakan dan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan metode ini maka timbul interaksi, dalam memilih metode hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan, selain itu harus mengingat kriteria pemilihan metode serta karakteristik masing-masing metode.
6. Pendekatan/teknik
Berbeda dengan metode, pendekatan ini dimaksudkan merupakan suatu teknik yang dilakukan guna memudahkan penggunaan metode yang digunakan agar proses pembelajaran bisa lebih efektif dan efisien. Contoh: metode ceramah : dalam berceramah guru menggunakan teknik deduksi
7. Media.
Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atauisi pelajaran. Media dapat juga disebut sebagai sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda atau peristiwa yang memungkinkan siswa mendapat pengetahuan dan keterampilan. Agar media dapat digunakan secara efektif dan efisien makadalam penggunaannya harus memperhatikan kriteria pemilihan media.
8. Evaluasi.
Merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian salah satunya adalah tes. Tes bisa ditinjau dari: tujuanya, bentuksoal, cara pelaksanaanya, pembuatanya dan jenis tes yang baik harus memenuhi sarat: reliabel dan valid serta objektif.
C. Entering Behavior Siswa
Meskipun terdapat keragaman dari berbagai paham dan teori tentang makna perbuatan belajar, namun teori manapun pada akhirnya cenderung untuk sampai pada konsensus bahwa hasil perbuatan belajar itu dimanifestasikan dalam perubahan perilaku dan pribadi baik secara behavioral. Tingkat dan jenis karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya pada saat akan memasuki kegiatan belajar mengajar inilah yang dimaksudkan dengan Entering Behavior . Menurut Abin Syamsuddin Entering Behavior ini akan dapat kita identifikasikan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Secara tradisional, lazimnya para guru memulai dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai bahan-bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru.
2. secara inovatif, guru-guru sudah mulai mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan cara melakukan pre-test sebelum memulai kegiatan belajar mengajar.
Dengan mengetahui gambaran tentang entering behavior, siswa akan memberikan banyak sekali bantuan kepada guru, antara lain :
1) Untuk mengetahui seberapa jauh kesamaan individual antarsiswa dalam taraf kesiapannya, kematangannya, serta tingkat penguasaan dari pengetahuan dan keterampilan dasar sebagai landasan bahan baru.
2) Dengan mengetahui disposisi perilaku siswa tersebut, guru akan dapat mempertimbangkan dan memilih bahan, metode, teknik, dan alat bantu belajar mengajar yang sesuai.
3) Dengan membandingkan nilai hasil pre-test dengan nilai hasil akhir, guru akan memperoleh indikator yang menunjukkan seberapa banyak perubahan perilaku yang terjadi pada siswa.
Mengingat hakikat perubahan perilaku itu dapat berupa penambahan, peningkatan hal-hal baru terhadap hal lama yang telah dikuasai, atau bahkan berupa pengurangan terhadap perilaku lama yang tidak diinginkan (merokok, mencontek, dsb) , maka sekurang-kurangnya ada tiga dimensi dari entering behavior itu yang perlu diketahui guru adalah :
a) Batas-batas cangkupan ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki dan dikuasai siswa.
b) Tingkatan dan urutan tahapan materi pengetahuan, terutama kawasan pola-pola sambutan atau kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang telah dicapai dan dikuasai siswa.
c) Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikomorik, proses-proses kognitif, pengalaman, mengingat, berpikir, afektif, emosional, motivasi, dan kebiasaan.
Sebelum merencanakan dan melaksanakan kegiatan mengajar, guru harus dapat menjawab pertanyaan :
a. Sejauh mana batas-batas materi pengetahuan yang telah dikuasai dan diketahui oleh siswa yang akan diajar.
b. Tingkat dan tahap serta jenis kemamupuan manakah yang telah dicapai dan dikuasai siswa yang bersangkutan.
c. Apakah siswa sudah cukup siap dan matang untuk menerima bahan dan pola-pola perilaku yang akan diajarkan.
d. Seberapa jauh motivasi dan minat belajar yang dimiliki oleh siswa sebelum belajar dimulai.
D. Pola-pola Belajar Siswa
1. Mengidentifikasi pola-pola belajar siswa
Gagne mengkategorikan pola-pola belajar siswa ke dalam 8 tipe dimana yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya/yang lebih tinggi hierarkinya. Kedelapan tipe belajar itu ialah :
Tipe I:Signal Learning (belajar signal atau tanda, isyarat)
Tipe belajar ini menduduki tahapan hierarki (yang paling dasar). Signal learning dapat didefinisikan sebagai proses penguasaan pola dasar perilaku yang bersifat involunter (tidak disengaja dan didasari tujuannya). Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini ialah diberikan stimulus secara serempak perangsang-perangsang tertentu dengan berulang-ulang.
Tipe II:Stimulus-Respons Learning (belajar stimulus-respons, sambut rangsang)
Tipe belajar II ini termasuk ke dalam operant or instrumental condition (Kible,1961) atau belajar dengan trial and error (Thorndike). Kondisi yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor reinforcement.
Tipe III:Chaining (mempertautkan) dan tipe IV:Verbal Association (asosiasi verbal)
Kedua tipe belajar ini setaraf, ialah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan yang lainnya. Tipe III berkenaan dengan aspek-aspek perilau psikomotorik dan tipe IV berkenaan dengan aspek-aspek belajar verbal. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya proses belajar ini antara lain secara internal terdapat pada diri siswa harus sudah terkuasai sejumlah satuan-satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Di samping itu, prinsip contiguity, repetition, dan reinforcement masih tetap memegang peranan penting bagi berlangsungnya proses chaining dan association tersebut.
Tipe V:Discrimination Learning (belajar mengadakan perbedaan)
Dalam tahap belajar ini, siswa mengadakan diskriminasi (seleksi dan pengujian) di antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya kemudian memilih pola-pola sambutan yang dipandangnya paling sesuai. Kondisi yang utama untuk dapat berlangsungnya proses belajar ini ialah siswa telah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta memiliki kekayaan pengalaman (pola-pola satuan S-R)
Tipe VI:Concept Learning (belajar konsep, pengertian)
Berdasarkan pesamaan cirri-ciri adari sekumpulan stimulus dan juga objek-objeknya ia membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Kondisi utama yang diperlukan bagi proses berlangsungnya belajar tipe ini ialah terkuasainya kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
Tipe VII:Rule Learning (belajar membuat generalisasi, hukum-hukum)
Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep (pengertian) dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal sehingga siswa dapat membuat konklusi tertentu.
Tipe VIII:Problem Solving (belajar memecahkan masalah)
Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah (memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik) dengan menggunakan berbagai rule yang telah dikuasainya.
2. Memilih system belajar mengajar (pengajaran)
Dewasa ini, para ahli teori belajar telah mencoba mengambarkan cara pendekatan atau system pengajaran atau proses belajar-mengajar. Diantara berbagai system pengajaran yang banyak menarik perhatian orang akhir-akhir ini ialah:
a • Enquiry-Discovery Learning (belajar mencari dan menemukan sendiri)
Dalam system belajar-mengajar ini, guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak dalam bentuknya yang final. Siswalah yang diberikan kesempatan untuk mencari dan menemukannnya sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar prosedurnya yaitu stimulasi-perumusan masalah-pengumpulan data-analisis data-verifikasi-generalisasi.
System belajar-mengajar ini dikembangkan oleh Bruner (Lefrancois,1975:121-126). Pendekatan belajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif. Kelemahannya, antara lain memakan waktu yang banyak dan kalau kurang terpimpin dan terarah, dapat menjurus kepada kekaburan atau materi yang dipelajarinya.
b• Expository Learning
Dalam sistem ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap. sehingg asiswa tingal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib . Secara garis besar prosedurnya ialah periapan-petautan-penyajian-evaluasi. Ausubel berpendapat bahwa pada tingkat-tingkat belajar yang lebih tinggi, siswa tidak selau harus mengalami sendiri. Siswa akan mampu dan lebih efisien memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Yang penting siswa dikembangkan penguasaannya atas kerangka konsep-konsep dasar atau pla-pola pengertian dasar tentang sesuatu hal sehingga dapat mengorganisasikan data, informasi, dan pengalaman yang bertalian dengan hal tersebut.
c.• Mastery learning (belajar tuntas)
Proses belajar yang berorientasi pada prinsip mastery learning ini harus dimulai dengan penguasaan bagian terkecil untuk kemudian baru dapat melanjutkan ke dalam satuan (modul) atau unit berikutnya. Atas dasar itu maka dewasa ini telah dikembangkan system pengajaran berprogram dan juga system pengajaran modul, bahkan Computer Assisted Instruction (CAI). Dengan tercapainya tingkat penguasaan hasil pelajaran yang tinggi, maka akan menunjukkan sikap mental yang sehat pada siswa yang bersangkutan.
d• Humanistic Education
Teori belajar ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa agar ia sanggup mencapai perwujudan diri (self realization) sesuai dengan kemampuan dasar dan keunikan yang dimilikinya. Karakteristik utama metode ini, antara lain bahwa guru hendaknya tidak membuat jarak yang tidak terlalu tajam dengan siswa. Sasaran akhir dari proses belajar mengajar menurut paham ini ialah self actualization yang seoptimal mungkin dari setiap siswa.
E. Jenis Strategi Belajar Mengajar
Berbagai jenis strategi Belajar Mengajar dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai pertimbangan .
1. Atas dasar pertimbangan proses pengolahan pesan.
a) Strategi Deduktif. Dengan Strategi Deduktif materi atau bahan pelajaran diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
b) Strategi Induktif. Dengan Strategi Induktif materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum, generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
2. Atas dasar pertimbangan pihak pengolah pesan.
a) Strategi Ekspositorik. Dengan Strategi Ekspositorik bahan atau materi pelajaran diolah oleh guru. Siswa tinggal “terima jadi” dari guru. Dengan Strategi Ekspositorik guru yang mencari dan mengolah bahan pelajaran, yang kemudian menyampaikannya kepada siswa. Strategi Ekspositorik dapat digunakan di dalam mengajarkan berbagai materi pelajaran, kecuali yang sifatnya pemecahan masalah.
b) Strategi Heuristik. Dengan Strategi Heuristik bahan atau materi pelajaran diolah oleh siswa. Siswa yang aktif mencari dan mengolah bahan pelajaran. Guru sebagai fasilitator memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan.
Strategi Heuristik dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai materi pelajaran termasuk pemecahan masalah. Dengan Strategi Heuristik diharapkan siswa bukan hanya paham dan mampu melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, akan tetapi juga akan terbentuk sikap-sikap positif, seperti: kritis, kreatif, inovatif, mandiri, terbuka. Strategi Heuristik terbagai atas Diskoperi dan Inkuiri.
3. Atas Dasar Pertimbangan Pengaturan Guru
a) Strategi Seorang Guru. Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.
b) Strategi Pengajaran Beregu (Team Teaching). Dengan Pengajaran Beregu, dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa.
Pengajaran Beregu dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu mata pelajaran atau sejumlah mata pelajaran yang terpusat kepada suatu topik tertentu.
4. Atas Dasar Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa.
a. Strategi Tatap Muka. Akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga.
b. Strategi Pengajaran Melalui Media. Guru tidak langsung kontak dengan siswa, akan tetapi guru “mewakilkan” kepada media. Siswa berinteraksi dengan media.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Yang dimaksud dengan strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Jadi strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
. Balajar Mangajar selaku instruksional mengacu pada pengertian sebagai perangkat komponen yang saling beragantung satu sama lain untuk mrencapai tujuan Pemaparan tentang komponen pembelajaran itu adalah: Tujuan, guru, siswa, materi, metode, teknik, evaluasi, media
Tingkat dan jenis karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya pada saat akan memasuki kegiatan belajar mengajar inilah yang dimaksudkan dengan Entering Behavior. Entering Behavior ini akan dapat kita identifikasikan dengan berbagai cara, antara lain: Secara tradisional, dan secara inovatif, guru-guru sudah mulai mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan cara melakukan pre-test sebelum memulai kegiatan belajar mengajar
DAFTAR PUSTAKA
Anisatul mufarokah. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta. Teras. 2009
Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/ Akses tanggal 22 mei 2010
http://massofa.wordpress.com/2008/01/13/hakikat-strategi-belajar-mengajar/ akses 22 Mei 2010
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/dasar-dasar-strategi-belajar-mengajar.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar