Cari Blog Ini

Jumat, 29 Januari 2010

Distibusi menurut Muhammad Baqir as-sadr



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Distribusi pendapatan merupakan permasalahan yang sangat rumit, hingga saat ini masih sering dijadikan bahan perdebatan antara ahli ekonomi. Sistem ekonomi kapitalis memandang seorang individu dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan (pendapatan) dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi harta yang dimiliki.
Sementara system ekonomi sosialis berpendapat bahwa kebebasan secara mutlak dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu hak individu atas harta harus dihapuskan dan wewenang harus dialihkan kepada negara sehingga pemerataan dapat diwujudkan.
Kedua sistem ekonomi tersebut ternyata belum dapat memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah pendistribusian pendapatan dalam masyarakat. Untuk itu Islam membeikan prinsip dasar distribusi kekayaan dan pendapatan yaitu: "…supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu…" (Qs.Al_Hasr:7)
Maksudnya, ayat diatas menjelaskan bahwa Islam mengatur distribusi harta kekayaan termasuk pendapatan kesemua masyarakat dan tidak menjadi komoditas diantara golongan orang kaya saja. Distribusi harta tidak akan mempunyai dampak yang signifikan kalau tidak ada kesadaran antar sesama manusia akan kesamaan hak hidup.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pokok pemikiran ekonomi Muhammad Baqir As-Sadr ?
2. Bagaimana pengertian Distribusi pendapatan?
3. Bagaimana pokok pemikiran ekonomi Muhammad Baqir As-Sadr tentang Distribusi?
4. Bagai mana peran pemerintah dalam distribusi?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Muhammad Baqir As-Sadr
Asy-Syahid Muhammad Baqir As-Sadr dilahirkan di Kadhimiyeh, Baghdad pada tahun 1935. Sebagai keturunan dari sebuah keluarga sarjana dan intelektual Islam Syi'ah yang temasyur, dia memilih untuk menuntut pengajaran Islam tradisional di hauzah atau sekolah tradisional di Iraq, dan di situ dia belajar fiqh, ushul dan teologi.
Ia amat menonjol dalam prestasi intelektualnya, sehingga pada umur 20 tahun telah memperoleh derajat mujtahid mutlaq, dan selanjutnya meningkat lagi ke tingkat otoritas tertinggi marja (otoritas pembeda). Otoritas intelektual dan spiritual di dalam tradisi Islam tersebut juga terwujud di dalam tulisan-tulisan Sadr, dan di dalam karyanya Iqtishaduna (Ekonomi Kita) ia menunjukkan metodologi pernyataan tegas yang independen tetapi memenuhi syarat.
Sekalipun memiliki latar belakang tradisional, Sadr tidak pernah terpisah dari isu-isu kontemporer. Minat intelektualnya yang tajam mendorongnya untuk secara kritis mempelajari filsafat kontemporer, ekonomi, sosiologi, sejarah dan hukum. Secara terus-menerus ia menyuarakan pandangan-pandangannya mengenai kondisi kaum Muslimin dan membicarakan keinginan untuk merdeka, tidak saja kekangan politik namun juga dari 'pemikiran dan gagasan'.
Sedangkan kondisi di Iraq mendorongnya untuk mendirikan Hizg ad-Da'wah al-Islamiyah (Partai Dakwah Islam), yakni sebuah partai yang menyatukan para pimpinan agama dan kaum muda untuk melawan gelombang sosialisme Ba'ats yang mengambil kekuasaan politik pada tahun 1985.
Karyanya Falsafatuna (Filsafat Kita) dan kemudian Iqtishaduna, memberikan suatu kritik komparatif terhadap kapitalisme maupun sosialisme, dan pada saat yang sama menggambarkan pandangan-dunia (worldview) Islam bersama dengan garis-garis besar sistem ekonomi Islam. Di seluruh tulisannya, ia berusaha untuk membangkitkan kembali tradisi Islam bagi kaum Muslimin modern, terutama kaum mudanya.
Dekade terakhir dari kehidupannya merupakan suatu periode penganiayaan oleh rezim Ba'ats di Iraq. Karena takut akan pengaruhnya kepada massa, dan sesudah memenjarakan dan menyiksanya, rezim Ba'ats menjatuhkan hukuman mati kepadanya pada tanggal 8 April 1980.

B. Pokok Pikiran Muhammad Baqir As-Sadir
Menurut Sadr ekonomi Islam adalah cara atau jalan yang dipilih oleh Islam untuk dijalani dalam rangka mencapai kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan masalah ekonomi praktis sejalan dengan konsepnya tentang keadilan. Bagi Sadr, Islam tidak mengurusi hukum permintaan dan penawaran, tidak pula mengurusi hubungan antara laba dan bunga, tidak pula juga fenomena diminishing return di dalam produksi.
Menurutnya ekonomi Islam adalah sebuah doktrin, semua aturan dasar dalam kehidupan ekonomi dihubungkan dengan ideologinya mengenai (keadilan sosial) . Di dalam doktrin ekonominya, keadilan menempati posisi sentral. Keadilan merupakan penilaian moral dan tidak dapat diuji. Sebaliknya, ia merupakan rujukan atau tolak ukur untuk menilai teori, kegiatan dan keluaran ekonomi.
Sadr melihat sistem ekonomi Islam sebagai bagian dari sistem Islam secara keseluruhan, dan bersiteguh bahwa ia haruslah dipelajari sebagai suatu 'keseluruhan' interdisipliner. Sadr menyarankan agar orang memahami dan mempelajari pandangan dunia Islam lebih dahulu jika ingin mendapatkan hasil yang memuaskan dalam menganalisis sistem ekonomi Islam.
Sadr melihat manusia mempunyai dua kepentingan yang saling bertentangan secara potensial, yakni kepentingan pribadi dan sosial. Persoalanpun muncul dan Sadr melihat bahwa solusinya ada pada agama, dan inilah peran yang dimainkan oleh agama dalam sistem ekonomi Islam.
Di dalam pemikirannya, Sadr membedakan produksi dan distribusi, tetapi ia melihat hubungan antara keduanya sebagai persoalan sentral di dalam ekonomi. Jika produksi merupakan suatu proses yang dinamis, yang berubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka distribusi dianggap sebagai bagian dari sistem sosial, yakni bagian dari hubungan total antar manusia.
Sistem sosial muncul dari kebutuhan manusia, bukan dari cara-cara produksi. Oleh karenanya, ia yakin bahwa bisa saja suatu sistem sosial (termasuk distribusi) tetap dipakai sekalipun alat maupun bentuk produksi bsrubah-ubah.
Doktri ekonomi Islam menurutnya adalah pondasi tempat terbentuknya hukum-hukum yang berhubungan dengan ekonomi. Sadr mengemukakan gagasannya berupa proses penemuan. Di dalamnya, semua hukum dan aturan 'ekonomi' dipelajari bersama dan kemudian dipakai untuk menemukan doktrin ekonomi. Dengan kata lain, jika hukum-hukum telah di kumpulkan, maka pondasi doktrin hukun-hukum itu pun akan dapat ditemukan di dalam sumber-sumber Islam.
Untuk itu diperlukanlah ijtihad untuk menjembatani antara prinsip-prinsip yang bersifat tetap atau permanen dan hukum-hukum yang bersifat fleksibel, guna menentukan batas-batas penyelidikan dan atau secara teoritis, mengatur hukum-hukum dan konsep-konsep itu di dalam suatu keseluruhan yang sling bertalian secara logis. Itu semua membentuk wilyah fleksibel di dalam ekonomi Islam.
Tetapi menurutnya, ijtihad itu pastilah mengandung arti ijtihad yang memenuhi syarat, yakni harus berada di dalam batasan-batasan yang tidak menimbulkan ketidaksepakatan. Sadr menerima opini dari berbagai mujtahidun yang merupakan bagian dari metodologi yang dipakainya. Karena seorang mujtahid hanyalah manusia yang tidak selalu benar dan mungkin saja membuat kesalahan di dalam keputusannya, Sadr tetap menyukai fleksibilitas dibanding dengan ketaatan dogmatik terhadap salah seorang mujtahid.

C. Distribusi Pendapatan / Kekayaan Dalam Islam
Distribusi pendapatan adalah suatu proses pembagian (sebagian hasil penjualan produk total) kepada faktor-faktor yang ikut menentukan pendapatan. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor tenaga kerja, tanah, modal, dan managemen. Besaran distribusi pendapatan ditentukan oleh tingkat peranan masing-masing faktor produksi
Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro dalam Islam karena pembahasan distribusi berkaitan bukan saja berhubungan dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan aspek politik.
Islam tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi dimana ukuran berdasarkan atas jumlah kepemilikan, tetapi bagaimana bisa terdistribusi penggunaan potensi kemanusiaannya, yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan. Distribusi harta tidak akan mempunyai dampak yang signifikan kalau tidak ada kesadaran antara sesama manusia akan kesamaan hak hidup.
Islam mengatur distribusi harta kekayaan termasuk pendapatan kepada semua masyarakat dan tidak menjadi komoditas diantara golongan orang yang kaya saja. Sehingga untuk mencapai pemerataan pendapatan kepada masyarakat secara obyektif.
Islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada masyarakat melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infak dan sodaqoh guna menjaga keharmonisan dalam kehidupan sosial, serta adanya hukum waris dan wasiat serta hibah. Aturan ini diberlakukan agar tidak terjadi kosentrasi harta pada sebagian kecil golongan saja. Hal ini berarti pula agar tidak terjadi monopoli dan mendukung distribusi kekayaan serta memeberikan latihan moral tentang pembelanjaan harta secara benar.

D. Distribusi Menurut Muhammad Baqir As-Sadr
Sadr membagi distribusi menjadi dua bagian, yakni distribusi sebelum prodoksi (pre-production distribution) dan sesudah produksi (post-production distribution). Penjelasan Sadr mengenai hal ini didasarkan pada ajaran atau hukum yang berhubungan dengan pemilikan dan distributive rights.

1. Pre-Production Distribution
Subab ini membahas distribusi tanah dan sumber daya alam lain yang di istilahkan dengan kekayaan primer. Dalam segi kepemilikan sumber daya alam, Sadr membaginya menjadi empat katagori, yakni: tanah, bahan mentah, sumber daya alam di dalam tanah dan air, serta sumber daya lain (produk laut, sungai, buah-buahan).
Beberapa hal dalam kepemilikan sumber daya alam:
a) Pemilikan oleh negara adalah jenis pemilikan yang paling sering, meskipun hak pakai dapat diperoleh dari negara.
b) Pemilikan swasta hanya di izinkan di dalam sejumlah kecil keadaan.
c) Pemilikan swasta hanyalah terbatas pada hak pakai, prioritas penggunaan dan hak untuk mencegah orang lain memakai barang yang sedang dimiliki oleh orang lain.
d) Untuk mineral dan air, individu diperkenankan untuk menggunakan apa yang mereka perlukan.
Ada dua hal yang dapat dikemukakan berkenaan dengan pandangan Sadr mengenai pemilikan dan hubunganya dengan distributive rights:
1) masalah relevansi
Katagori Sadr dalam masalah relevensi ini di dasarkan pada masa lampau masa-masa perluasan Islam.
2) ukuran tanah yang boleh dipakai:
a) Tanah-tanah swasta akan tetap menjadi tanah swasta selama ada tenaga kerja yang terlibat, yakni selama tanah itu digarap.
b) Hak pakai diberikan sesuai dengan keamanan dan kapasitas mengerjakan.

2. Post-Production Distribution
Sadr menyatakan bahwa islam tidak menganggap bahwa semua factor prodiksi (ataupun pemiliknya)itu sama sederajat yakni orang yang melakikan produksi adalah pemilik yang riil dari barang yang dihasilkan. Dan meletakkan manusia sebagai majikan bukan budak produksi. Ada beberapa bentuk distribusi kekayaan / pendapatan yang di atur oleh Islam, sebagai factor produksi, yaitu :

a. Sewa atas tanah
Sewa merupakan bentuk kerja sama yang saling membantu yang merupakan salah satu cara efektif agar tanah dapat diolah serta menguntungkan kedua belah pihak. Sewa tanah hanya diperbolehkan jika pemilik tanah telah menanamkan tenaganya sejak awal (misalnya menghidupkan tanah mati).
Sadr melarang mempraktekkan ungkapan 'memebeli murah dan menjual mahal' tanpa adanya kontribusi / kerja bagi suatu produk. Atau dengan kata lain misalnya mengambil sewa tanah dan kemudian menyewakannya kepada orang lain dengan harga yang lebih mahal.

b. Upah bagi pekerja
Menurut benham mendefinisakan upah dapat didefinisikandengan sejumlah uang yang dibayar oleh orang yang memberi pekerjakepada seorang pekerja atas jasanya sesuai dengan perjanjian.
Tenaga kerja diberi pilihan antara imbalan tetap (upah) dan imbalan variable (bagian laba). Upah adalah harta yang dibayarkan (imbalan) kepada seseorang atas jerih payahnya dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, yang harus diberikan secara adil dan secepatnya

c. Imbalan atas modal
Modal adalah sesuatu yang diharapkan dapat memberikan penghasilan kepada pemiliknya tanpa harus mengambil bunga darinya.
Sadr menolak ungkapan 'no risk, no gain' (tak ada resiko, tak ada hasil). Seperti argumen yang di ungkapkan oleh ahli ekonomi Muslim yang mengatakan pemilik modal dalam kontrak mudharabah bisa memperoleh imbalan (return) karena resiko yang ia tanggung. Menurutnya imbalan itu adalah karena adanya kenyataan bahwa mereka mempunyai uang yang sedang digunakan, bukan faktor resiko
d. Laba bagi perusahaan
Laba merupakan bagian keuntungan seorang penghusaha sebagai imbalan atas usahanya mengelola perusahaan dengan menggabungkan beberapa faktor produksi untuk mencapai hasil sebanyak-banyaknya, serta membagi keuntungan perusahaan kepada pemilik faktor produksi yang lebih dalam menyelenggarakan faktor produksi.

E. Nilai Dan Moral di Bidang Distribusi
Sehubungan dengan masalah distribusi ini, Qardawi menjelaskan bahwa distribusi dalam ekonomi islam di bangun dalam dua sendi yaitu
1. Nilai kebebasan
a. Asas kebebasan
Kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi harus dilandasi keimanan kepada Allah SWT. Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk, memiliki, mengelola, dan membelanjakan hartanya sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Allah yang harus dipertanggungjawabkannya di Hari Kemudian.
b. Bukti-bukti kebebasan
1) Hak milik pribadi
Islam melindungi hak milik pribadi dari perbuatan dzalim seseorang dan menganjurkan untuk mempertahankan hak miliknya. Kebebasan mengharuskan seseorang utuk menanggung resiko sesuai dengan apa yang dilakukan dengan memberikan hak orang lain yang terdapat di dalam hartanya.
2) Warisan dan wasiat
Dimana seseorang dapat melestarikan dan mengelola secara berkesinambungan apa yang menjadi miliknya. Keduanya di akui oleh syar'i dengan maksud untuk memelihara kemaslahatan individu, keluarga, dan masyarakat.

2. Nilai keadilan
Jika dalam pendistribusian, pendapatan dilakukan dengan tidak adil maka akan menimbulkan keresahan dan protes dari pemilik faktor produksi. Oleh karena itu pembagian pendapatan harus diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.

F. Peran Negara Dalam Distribusi Pendapatan
Menurut An-Nabahani dikatakan tugas pemerintah dalam perekonomian dibagi menjadi tiga:
1) Mengawasi faktor utama penggerak ekonomi
2) Menghentikan mu'amalah yang diharamkan
3) Mematok harta kalau diperlukan
Ada beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan secara langsung dengan penciptaan nilai mata uang serta menentukan harga agar tidak terjadi inflasi. Penganut kapitalis menggunakan pungutan pajak sebagai sumber utama penerimaan Negara yang diguakan untuk penyelenggaraan pemerintahan serta membiayai pembangunan dan mengatur kegiatan ekonomi dalam rangka meujudkan keadilan dan pemerataan pendapatan.
Lain halnya dalam islam, islam menggunakan dana pungutan pajak tersebut hanya untuk hal ha yang dianggap penting saja dan harus didistribusikan kembali kepaad masyarakat dengan jalan yang benar dan jujur.Islam melarang pejabat pemerintah untuk menggunakan fasilitas Negara untuk diri dan keluarganya kecuali dalam hal tugas pemerintahan.
Pemerintah harus mengawasi gerak perokonomian seperti dalam aktifitas produksi dan distribusi barang, praktek yang tidak benar seperti penimbunan terhadap bahan pokok yang sangat diperlukan masyarakat, monopoli dan tindakan memainkan harga untuk menjaga kemaslahatan bersaama.
Negara bertugas menetapkan aturan untuk undang-undang berdasarkan nilai dan moral ke dalam praktek nyata serta mendirikan institusi (lembaga) untuk menjaga serta memantau pelaksanaan kewajiban masyarakat dan menghukum orang yang melanggar dan melalaikan pekerjaannya. Demikian pula negara harus dapat meningkatkan aktivitas bisnis dan mencegah terjadinya eksploitasi terhadap pihak tertetu dalam masyarakat..








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN


Menurutnya ekonomi Islam adalah sebuah doktrin, semua aturan dasar dalam kehidupan ekonomi dihubungkan dengan ideologinya mengenai (keadilan sosial) Di dalam doktrin ekonominya, keadilan menempati posisi sentral. Keadilan merupakan penilaian moral dan tidak dapat diuji.
Distribusi pendapatan adalah suatu proses pembagian (sebagian hasil penjualan produk total) kepada faktor-faktor yang ikut menentukan pendapatan. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor tenaga kerja, tanah, modal, dan managemen. Besaran distribusi pendapatan ditentukan oleh tingkat peranan masing-masing faktor produksi
Sadr membagi distribusi menjadi dua bagian, yakni distribusi sebelum prodoksi (pre-production distribution) dan sesudah produksi (post-production distribution). Penjelasan Sadr mengenai hal ini didasarkan pada ajaran atau hukum yang berhubungan dengan pemilikan dan distributive rights.
Peran Negara Dalam Distribusi Pendapatan Menurut An-Nabahani dikatakan tugas pemerintah dalam perekonomian dibagi menjadi tiga
1. Mengawasi faktor utama penggerak ekonomi
2. Menghentikan mu'amalah yang diharamkan
3. Mematok harta kalau diperlukan









DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Aslam Haneef. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer. (penerjemah: Suherman Rosyidi.) Airlangga University Press. Surabaya. 2006
Muhammad. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. BPFE. Yogyakarta. 2004.
Heri sudarsono. Konsep Ekonomi Islam. EKONOSIA fakultas UII. Yogyakarta. 2003
Yusuf Qardhawi, Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Penerjemahan: Didin Hafiduddin et.al.). Robbani Press. Jakarta. 2001
http://antapaniboys.blogspot.com/2009/08/penentuan-pendapatan-faktor-produksi.html. akses 12 november 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar